Senin, 31 Januari 2011

makalah ilmu pendidikan


PENDAHULUAN
Salah satu prasarat untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera adalah lebih di tentukan oleh sejauh mana kuwalitas sumber daya masyarakatnya. Kuwalitas suatu bangsa sangat di tentukan oleh peran serta mutu pendidikan yang di pergunakan oleh bangsa tersebut. Masyarakat yang berperadaban adalah masyarakat yang berpendidikan. Dalam hal ini Muhammad Naquib al-Attas dalam konsep pendidikan Islam mengatakan, menurutnya pendidikan islam itu lebih tepat diistilahkan dengan ta’dib di bandingkan dengan istilah tarbiyah atau ta’lim, sebab dengan konsep ta’dib , pendidikan akan memberikan ada batau kebudayaan. Gambaran serupa juga di kemukakan oleh seorang pendidik besar Perancis yang hidup pada sekitar abad ke-19dalam sebuah buku yang terkenal “Aqeuitient Superiorite de Anglo Saxons” (Superiornya bangsa Inggris) yang terbit tahun 1897, dalam salah satu bab terpentingnya berjudul “New Education” menyatakan: Kalau kita hendak menyimpulkan jawaban tentang persoalan masyarakat dalam suatu patah kata, maka kata itu ialah “Pendidikan”. Dan sesungguhnya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat adalah bertujuan supaya membiasakan diri untuk mengantisipasi setiap peristiwa baru di dunia ini, agar manusia mampu berjuang dengan tenaganya sendiri.Menyadari beratnya tantangan perkembangan zaman ke depan ,  sistem pendidikan yang ada sekarang ini haruslah mampu menyesuaiakan diri dengan koindisi riil  dan mampu menjawab berbagai problematika yang ada di dalamnya. Problematika kehidupan yang semakin berat inilah yang menjadi beban utama pendidikan saat ini. Melalui penulisan makalah singkat ini, penulis ingin  mengungkap tentang problematika pendidikan di maksud  sekaligus mencoba mencari solusi pemecahannya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Hambatan-hambatan dalam proses pendidikan
Sistem pendidikan menjadi bagian yang  tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai suprasistem. Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunya arti apa-apa jika tidak singkron dengan pembangunan nasional.
Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai suprasistem tersebut dimana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya, suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah diluar sistem pendidikan itu sendiri.
Pada dasarya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan ditanah air kita dewasa ini, yaitu:
1.      Bagaimana semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
2.      Bagaimana pendidika dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan bermasyarakat.

B.     Jenis hambatan pendidikan

1.      Masalah pemerataan pendidikan
a.       Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wacana bagi pembangunan sumberdaya manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung didalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita pemerataan pendidikan itu dinyatakan didalam UU No 4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada BAB XI, pasal 17 yang berbunyi:

“tiap-tiap warga negara republik indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.”

2.      Masalah mutu pendidikan
a.       Pengertian Masalah mutu pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf  seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tersebut terjun kelapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja (performane test). Sesudah itu masih dilakukan pelatihan/ pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja dilapangan.
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluarannya. Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu. Di dalam tap MPR RI 1988 tentang GBHN dinyatakan bahwa titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutusetiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan khususnya untuk megacu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan alam dan matematika.
Acuan usaha pemerataan mutu pendidikan bermaksud agar sistem pendidika khususnya sistem persekolahan dengan segala jenis dan jenjangnya di seluruh pelosok tanah air (kota dan desa) mengalami peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing.
3.      Masalah efisiensi pendidikan
Masalah efisiensi pendidika mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan.
Beberapa masalah efisiensi yang penting ialah:
a.       Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan
Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembangan tenaga.
Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas.
Masalah penempata guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan.
Masalah pengembangan tenaga kependidikan dilapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru.
b.      Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan
Penggunaan prasarana dan sarana pendidika yang tidak efisien bisa terjadi antara lain sebagai akibat kurang matangnya perencanaan dan sering juga karena perubahan kurikulum.

4.      Masalah relevansi pendidikan.
Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Luraran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yag benraneka ragam seperti sektor produksi, sektor jasa, dan lain-lain.
Umumnya luaran yang dipeoduksi oleh sistem pendidikan (lembaga yang menyiapkan tenaaga kerja) jumlahnya secar kumulatif lebih besar daripada yang dibutuhkan dilapangan.
      Dapat disimpulkan bawa masalah relevansi merupakan masalah yang berat untuk dipecahkan, utamanya  masalah relevansi kualitas.

5.      Ketidak Jelasan Tujuan Pendidikan
Dalam undang-undang nomor 4 tahun l950, telah di sebutkan secara jelas tentang tujuan pendidikan dan pengajaran yang pada intinya, ialah untuk membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air berdasarkan pancasila dan kebudayaan kebangsaan Indonesia dan seterusnya. Namun dalam kenyataan yang terjadi terhadap tujuan pendidikan yang begitu ideal tersebut belum mampu menghasilakn  manusia-manusia sebagaimana yang dimaksud dalam tumpukan kata-kata dalam rumusan tujuan pendidikan  yang ada, bahkan terjadi sebaliknya , yakni terjadi kemerosotan moral, kehidupan yang kurang demokratis, terjadi kekacauan akibat konflik di masyarakat dan lain lain, hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tujuan pendidikan selama ini belum dikatakan berhasil, mungkin disebabkan adanya ketidak jelasan atau kekaburan dalam memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya.

6.      Ketidak Serasian Kurikulum
Kebanyakan kurikulum yang dipergunakan di sekolah-sekolah masih berisi tentang mata pelajaran-mata pelajaran yang beraneka ragam , sejumlah jam-jam pelajaran dan nama-nama buku pegangan untuk setiap mata pelajaran. Sehingga pengajaran yang berlangsung kebanyakan menanamkan teori-teori pengetahuan melulu, akibatnya para lulusan yang di hasilkan kurang siap pakai bahkan miskin ketrampilan  dan tidak mempunyai kemampuan untuk berproduktifitas di tengah-tengah masyarakatnya, karena muatan kurikulum yang di terima di sekolah-sekolah memang tidak di persiapkan untuk menjadikan lulusan dari peserta didik untuk dapat mandiri dimasyarakatnya.

7.      Ketiadaan Tenaga Pendidik Yang Tepat dan Cakap.
Masih banyak di jumpainya suatu slogan yang berbunyi “tak ada rotan akarpun jadi” , menunjukkan suatu gambaran betapa rendahnya kualitas tenaga kependidikan yang ada, karena harus di pegang oleh tenaga-tenaga pendidikan yang bukan dari ahlinya. Pada hal menugaskan dan mendudukkan seseorang sebagai pendidik yang tidak di bina atau dibekalinya ilmu kependidikan dan yang bukan dalam bidangnya, sangatlah menimbulkan kerugian yang sangat besar, diantaranya terjadinya pemborosan biaya, terjadinya pemerosotan mutu hasil pendidikan, lebih jauh lagi akan mempersiapkan warga masyarakat di masa mendatang dengan pribadi-pribadi yang  memiliki kualitas rendah sehingga tak mampu bersaing dalam kehidupan yang serba problematis.

8.      Adanya Pengukuran Yang Salah Ukur.
Dalam masalah pengukuran terhadap hasil belajar yang sering di sebut dengan istilah ujian atau evaluasi, ternyata dalam prakteknya terjadi ketidak serasian antara angka-angka yang di berikan kepada anak didik sering tidak obyektif , di mana pencantuman angka-angka nilai yang begitu tinggi sama sekali tidak sepadan dengan mutu riil pemegang angka-angka nilai itu. Ketika mereka di terjunkan ke masyarakat, tidak mampu berbuat apa-apa yang setaraf dengan tingkat pendidikannya. Jelasnya tanpa adanya pengukuran yang obyektif dapat di pastikan tidak akan pernah terwujud tujuan pendidikan yang sebenarnya.

9.      Adanya Kekaburan Landasan Tingkat-Tingkat Pendidikan.
Selama bertahun-tahun nampaknya tidak ada yang meninjau kembali tentang penjenjangan tingkat pendidikan , mulai dari tingkat dasar hingga ke tingkat perguruan tinggi.Apakah hasil penjenjangan selama ini di dasarkan atas tingkat perkembangan pisik dan psikis anak didik ataukah sekedar terjemahan saja dari tingkat-tingkat pendidikan yang dipakai umum di seluruh dunia, kalau itu masalahnya , kondisi anak didik kita jelas jauh berbeda dengan kondisi negara – negara lain didunia , sehingga mustahil apabila harus diadakan persamaan. Ataukah di dasarkan atas hasil penelitian empiris, apakah benar bahwa untuk menjadi seorang yang bercorak diri bernilai tinggi itu cukup memerlukan pembinaan selama masa waktu 17 / 24 tahun. Inilah permasalahan-permasalahan di sekitar pendidikan kita yang selama ini belum diketemukan jawabannya.








KESIMPULAN
Dari sekian banyak uraian yang telah penulis tuangkan melalui isi makalah ini, dapatlah penulis simpulkan , hal-hal sebagai bertikut : Sesungguhnya Hambatan-hambatan pendidikan yang ada sekarang ini lebih terletak pada ketidak jelasan tujuan yang hendak di capai, ketidak serasian kurikulum terhadap kebutuhan masyarakat, kurangnya tenaga pendidik yang berkualitas dan profesional, terjadinya salah pengukuran terhadap hasil pendidikan serta masih belum jelasnya landasan yang di pergunakan untuk menetapkan jenjang-jenjang tingkat pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga keperguruan tinggi.
Solusi yang penulis tawarkan dalam mencari pemecahan masalah , adalah perlunya meninjau dan merumuskan kembali secara realistis terhadap hambaatan-hambatan yang sedang dihadapi oleh dunia pendidikan kita selama ini.








MAKALAH
ILMU PENDIDIKAN

HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PROSES PENDIDIKAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah SPI
Dosen Pengampu  : Dra. Siti Asdiqoh,
STAIN







Disusun Oleh :
Khoerul Muqorrobin                                   11106134
Muchamad Ihsanudin                                 11106134
M. Mawahhid                                              11109050


  JURUSAN TARBIAH
PROGAM STUDI PEDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
SALATIGA
2010






membuat blog

http://www.rey1024.com/wp-content/uploads/blogspot1.pdf